Bagaimana UBI Dan Zakat Mampu Mendukung Pengentasan Kemiskinan
Di luar banyaknya manfaat teknologi, perkembangan teknologi seperti otomatisasi pekerjaan menciptakan isu baru, seperti pengangguran. Isu ini, bersama isu lainnya seperti pengentasan kemiskinan, meningkatkan ketertarikan pada penerapan sistem UBI (Universal Basic Income), sebuah sistem bantuan sosial dimana pemerintah akan menentukan minimal pembayaran yang akan diterima oleh anggota masyarakat, dengan jumlah yang sama dan tetap. Masalah ini telah memicu perdebatan antara pendukung dan penentangnya, dengan pendukung UBI mendukung universalitas dan kebebasan yang diciptakannya, sementara penentangnya khawatir dengan sumber pendanaan dan potensi disinsentif pekerjaan.
Di sisi lain, Islam memiliki bentuk bantuan sosialnya sendiri, yang biasa disebut dengan keuangan sosial Islam. Bentuk utama sedekah dalam Islam adalah zakat, sedekah wajib yang berfungsi sebagai pajak kekayaan. Zakat memiliki karakteristik tersendiri dalam pengentasan kemiskinan yang membedakannya dengan program-program yang ada, seperti berbasis kebutuhan (needs-based), dan dikategorikan sebagai hak orang miskin. Artikel ini mengkaji UBI dan Zakat sebagai program pengentasan kemiskinan dan membandingkan karakteristiknya. Namun, harus dicatat juga bahwa keduanya dapat digunakan bersama dan tidak harus salah satu dipilih diatas yang lain.
1. Universal Basic Income
Menurut BIEN (Basic Income Earth Network), Universal Basic Income adalah program pendapatan tunai yang dibayarkan secara berkala dan tanpa syarat kepada semua orang secara individu, tanpa memerlukan syarat kemampuan atau kewajiban bekerja1. Menurut Bank Dunia2, UBI memiliki 3 karakteristik inti:
- Dibayar secara universal kepada semua anggota masyarakat, tidak ditargetkan ke populasi tertentu atau dibagi berdasarkan kebutuhan.
- Transfer tanpa syarat, dibayar tanpa memerlukan syarat atau sanksi apapun. Ini berbeda dengan pembayaran berbasis pekerjaan atau jasa.
- Ditransfer dalam bentuk uang tunai, bukan dalam bentuk voucher atau barang. Ini memungkinkan penerima untuk menggunakan uang tersebut untuk tujuan apapun yang mereka pilih.
Selain itu, UBI juga dibayar berdasarkan individu, bukan per rumah tangga, dan merupakan pembayaran berulang, bukan hanya satu kali3. Di luar yang disebutkan diatas, beberapa parameter lain yang lebih spesifik bisa berbeda. Ini termasuk tingkat dan frekuensi transfer, batasan usia, dan kewarganegaraan2. Banyak pendukung UBI mendukung memberikan jumlah yang cukup untuk menutupi biaya hidup dasar, dan beberapa mengusulkan memberikan jumlah yang kecil sebagai dasar bagi sumber pendapatan lain.
Ide tentang jaminan penghasilan dasar telah ada sejak lebih dari 2 abad yang lalu, tetapi baru mulai mendapatkan perhatian di tahun 60-an, dengan didukung oleh para ekonom termasuk Galbraith dan Friedman4. Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada ketertarikan baru pada UBI sebagai respon terhadap kemiskinan sistemik, ketidaksetaraan, dan tantangan baru seperti perubahan teknologi. Ada kekhawatiran bahwa sistem perlindungan sosial yang ada telah tertinggal oleh perubahan struktural dalam masyarakat, dan ini menciptakan keinginan adanya perubahan.
Pendukung UBI memiliki beberapa alasan teoritis dalam mendukung UBI, termasuk4, 5
- Kebebasan: penghasilan dasar akan meringankan kendala material pada tingkat tertentu, sehingga akan meningkatkan kebebasan dalam memilih.
- Pengentasan kemiskinan: tergantung pada jumlah transfer, UBI dapat membantu mengentaskan kemiskinan, mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar hingga benar-benar menghilangkan kemiskinan absolut. Alasan kesehatan juga umum dalam advokasi UBI.
- Efisiensi ekonomi: Menggunakan UBI menggantikan program bantuan sosial yang ada dapat mengurangi kesalahan eksklusi, kompleksitas, dan biaya administrasi.
- Mengurangi ketimpangan pendapatan: Banyak proposal UBI dibiayai melalui pajak penghasilan atau pemotongan subsidi, maka ini akan mengurangi ketimpangan pendapatan.
- Transparansi: Universalitas UBI membuatnya lebih tahan terhadap korupsi dan masalah perburuan rente; dan juga menjadi pengeluaran publik yang lebih transparan.
- Isu pasar tenaga kerja: Otomatisasi dan perubahan lainnya di pasar tenaga kerja modern menciptakan kebutuhan akan model perlindungan sosial yang lebih sesuai.
Di sisi lain, ada juga faktor yang berkontribusi terhadap penolakan pada UBI, termasuk4:
- Tekanan keuangan: penolak UBI berpendapat bahwa biaya untuk menyediakan UBI yang efektif terlalu berat, dan jika jumlahnya sedikit akan tidak efektif.
- Tantangan Administratif: Penerapan UBI yang menggunakan perpajakan membutuhkan sistem perpajakan yang kuat dan data yang detail dan terbaharui terkait pendapatan dan kekayaan.
- Menciptakan insentif negatif: UBI dianggap membuat insentif orang tidak bekerja, menciptakan kurangnya timbal balik, dan efek lain yang tidak diinginkan.
- Kebocoran pada non-miskin: Non-miskin yang tidak membutuhkan UBI juga akan mendapat manfaat darinya, dan ini dapat memotong pengeluaran pemerintah yang penting.
Dibandingkan dengan program bansos berbasis tunai lainnya, UBI lebih datar, tetapi lebih luas, karena memberikan seluruh anggota masyarakat dalam jumlah yang sama2. Tunjangan anak dan uang pensiun mirip dengan UBI, tetapi terbatas pada orang tidak diharapkan untuk bekerja. Program lainnya termasuk GMI (Guaranteed Minimum Income), yang menetapkan penghasilan minimum untuk setiap keluarga, dan memberikan selisihnya jika mereka jatuh di bawah nilai minimum. Ini menciptakan efisiensi, tetapi juga dapat menciptakan disinsentif untuk bekerja.
Sebagian besar negara berkembang tidak memiliki kapasitas untuk menjalankan GMI2. Oleh karena itu banyak dari mereka menggunakan beberapa kombinasi proxy untuk pendapatan dan memfokuskan bantuan ke kalangan terbawah, menciptakan bantuan tunai, baik yang bersyarat, atau tidak bersyarat dan menargetkan masyarakat miskin. Program-program ini lebih hemat daripada UBI, tetapi proxy ini bisa sulit untuk dikumpulkan atau bahkan tidak tersedia. Selain itu, program ini juga dapat mengecualikan rumah tangga non -miskin yang rentan.
Secara praktis, menerapkan pendapatan dasar yang sepenuhnya universal dan tanpa syarat belum pernah dilakukan secara masif dan dengan waktu yang panjang3. Sejauh ini, hanya Iran dan Mongolia yang pernah mengimplementasikan UBI secara penuh dalam skala nasional2. Namun, sudah ada peningkatan intervensi sosial yang memenuhi beberapa fitur UBI. Selain itu, beberapa negara telah merancang atau mengimplementasikan proyek UBI untuk tujuan-tujuan seperti sebagai pengentasan kemiskinan ekstrim dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Sebuah ulasan atas bukti-bukti empiris yang ada oleh Stanford Basic Income Lab3 menunjukkan bahwa UBI memiliki dampak positif dalam banyak kategori. Transfer tunai tanpa syarat di negara berpenghasilan rendah dan menengah terbukti mengurangi kemiskinan. Pasar tenaga kerja, sebagai representasi aspek insentif kerja, terbukti tidak banyak terdampak oleh program-program UBI, dan beberapa studi justru melaporkan peningkatkan. Pencapaian pendidikan juga meningkat, dengan dampak jangka pendek yang signifikan, tetapi berkurang seiring waktu. Aspek kesehatan, termasuk kesehatan mental juga telah terbukti membaik.
Bank Dunia2 juga telah menganalisis UBI dengan mensimulasikan dampaknya jika ia menggantikan program bantuan tunai atau subsidi yang ada. UBI yang netral secara anggaran terbukti tidak seefektif program yang ada dalam mengurangi kemiskinan, tetapi memiliki dampak distribusional yang lebih baik. UBI diindikasikan memiliki efek yang lebih besar jika ia menggantikan program yang kurang menargetkan kemiskinan. Studi ini juga menunjukkan bahwa tingkat kedermawanan yang lebih besar, baik melalui kenaikan pajak atau pemotongan subsidi, diperlukan untuk mempengaruhi kemiskinan secara signifikan.
2. Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam dalam bentuk sedekah wajib. Zakat dapat didefinisikan sebagai “kewajiban atas barang tertentu dari sekelompok orang tertentu yang harus dibayar pada waktu tertentu”6. Zakat wajib bagi setiap muslim yang memiliki kekayaan di atas nilai tertentu, sehingga zakat berfungsi sebagai pajak kekayaan (wealth tax). Zakat dipungut atas kekayaan yang memberi penghidupan, dapat bertambah, dan menghasilkan keuntungan. Dengan tarif berbeda tergantung pada jenis kekayaan yang terkena zakat.
Penyaluran zakat dibatasi pada 8 kategori yang secara langsung ditentukan dalam Al-Qur'an yaitu:
۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Quran 9:60)
Di antara 8 kategori di atas, prioritas utama zakat mengentaskan kemiskinan melalui memberi fakir miskin7. Fakir adalah mereka yang tidak memiliki cukup untuk kebutuhan mereka dan tidak mampu memperolehnya, atau hanya memiliki sebagian kebutuhan mereka. Sedangkan miskin adalah mereka yang sudah memiliki sebagian besar atau setengah dari kebutuhan mereka6. Kategori-kategori ini diberikan zakat sejumlah cukup untuk mencukupi kebutuhan mereka selama satu tahun penuh.
Dari kriteria di atas, kita dapat melihat bahwa salah satu syarat yang dibutuhkan untuk menjadi penerima zakat adalah berdasarkan kebutuhan individu. Ini berarti bahwa setiap orang akan memiliki batas penghasilan minimal yang berbeda untuk menjadi penerima zakat sesuai dengan kondisinya, seperti jumlah tanggungan. Standar dari NZF (National Zakat Fund) membatasi pemberian zakat pada pengeluaran yang esensial dan rutin, dengan kualitas yang pertengahan13. Perlu diperhatikan juga bahwa memberi zakat pada kategori lain, seperti musafir yang tidak mampu pulang dan orang yang terlilit hutang, juga akan membantu dalam mengentaskan kemiskinan.
Penyaluran zakat diutamakan untuk diberikan secara langsung dalam memenuhi kebutuhan 8 kategori tersebut dan dilarang diberikan ke kategori lain6. Namun, ada perbedaan interpretasi didalamnya, seperti apakah "jalan Allah" terbatas pada jihad secara militer atau dapatkah itu ditafsirkan lebih umum8. Pembagian zakat juga tidak boleh diberikan kepada orang kaya, dan orang yang kuat dan mampu mencari penghidupan yang cukup untuknya dan orang-orang yang ia tanggung9:
Rasulullah bersabda: Tidak boleh memberikan sedekah (zakat) kepada orang kaya atau kepada orang yang kuat dan sehat.” (HR.An-Nasa'i)
Dengan potensi pengumpulan tahunan diperkirakan mencapai US$200 juta hingga US$1 triliun, zakat dapat menciptakan dampak sosial ekonomi yang besar10. Sebagai transfer kekayaan secara langsung, zakat mengurangi ketimpangan secara langsung dan berfungsi sebagai jaminan sosial7, 11. Zakat juga akan menciptakan insentif ekonomi, baik bagi masyarakat miskin untuk dibelanjakan dan masyarakat kaya untuk berinvestasi. Dengan pengelolaan yang baik, zakat juga akan menurunkan beban ekonomi negara dalam pengentasan kemiskinan12.
3. Perbandingan Universal Basic Income Dan Zakat
Baik UBI maupun Zakat memiliki potensi berperan besar dalam pengentasan kemiskinan, dengan karakteristiknya masing-masing. Bagian ini akan membandingkan fitur antara UBI dan zakat, dan bagaimana mereka berdampak terhadap pengentasan kemiskinan. Perbandingan ini akan didasarkan pada fitur-fitur utama UBI, yaitu universalitas, tanpa syarat, dan transfer tunai.
Pertama, UBI dibayarkan secara universal kepada semua anggota masyarakat, sedangkan zakat secara tegas dibatasi untuk dibayarkan kepada orang-orang tertentu kategori yang disebutkan dalam Al-Qur'an. UBI juga sebagian akan diberikan kepada orang yang tidak membutuhkan bantuan ekonomi, sedangkan zakat akan dibatasi kepada orang-orang yang benar-benar membutuhkannya. Ini juga berarti bahwa zakat membutuhkan lebih banyak data tentang penerimanya untuk menilai apakah mereka benar-benar berhak menerima zakat.
Kedua, UBI bersifat tidak bersyarat, karena tidak ada syarat sama sekali bagi seseorang untuk menjadi penerima bantuan dengan nilai tetap tersebut. Sedangkan zakat, khususnya bagi golongan fakir dan miskin, memiliki syarat bahwa pendapatan mereka kurang dari kebutuhan, dan mereka akan menerima selisih antara kebutuhan dan pendapatan mereka. Dari perspektif ini, zakat mirip dengan GMI, tapi alih-alih menggunakan pendapatan tetap minimal, jumlah pemberian zakat didasarkan pada kebutuhan penerima. Ini berarti zakat akan membutuhkan lebih banyak data daripada GMI, karena selain data pendapatan saat ini, setiap penerima perlu memiliki data kebutuhan pokok dan pengeluaran harian yang terbaharui. Selain itu, zakat tidak boleh diberikan pada orang yang kuat dan sehat yang dapat bekerja, tetapi memilih untuk tidak9, menciptakan satu lapisan syarat tambahan.
Ketiga, UBI diberikan dalam bentuk uang tunai, untuk membuat fleksibilitas bagi penerima dalam memenuhi kebutuhannya. Sedangkan zakat dapat diberikan dalam bentuk lain selain uang tunai, seperti hasil pertanian atau peternakan untuk jenis zakatnya masing-masing. Artinya, zakat tidak hanya dapat digunakan untuk mengentaskan kemiskinan secara ekonomi, tetapi juga secara langsung mengentaskan kemiskinan multidimensi, seperti menyediakan makanan, membebaskan orang dari hutang dan menghapus perbudakan.
UBI | GMI | Zakat | |
Universalitas | Diberikan secara universal pada semua anggota masyarakat | Diberikan pada masyarakat dibawah pendapatan tertentu | Diberikan pada 8 kategori yang ditetapkan |
Persyaratan | Diberikan tanpa syarat apapun | Diberikan dengan syarat pendapatan, tanpa syarat kerja | Diberikan dengan syarat pendapatan dan kebutuhan, dan harus bekerja |
Cara pemberian | Diberikan dalam bentuk uang tunai | Diberikan dalam bentuk uang tunai | Bisa tunai atau barang |
Namun, dalam memilih zakat dan UBI tidak harus memilih salah satu dari yang lain. Keduanya dapat digunakan bersama karena masing-masing memiliki fitur sendiri. Salah satu contohnya menggunakan UBI, GMI, atau program bantuan tunai lainnya untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim, sedangkan zakat akan digunakan untuk menutupi untuk sisa kebutuhan mereka. Dengan cara ini, akan ada lebih sedikit beban dalam mendanai UBI, sedangkan aspek universalnya akan menciptakan jaring pengaman bagi seluruh masyarakat. Orang yang masih di bawah garis kemiskinan kemudian akan menerima zakat berdasarkan kebutuhan, yang akan memberdayakan mereka untuk sepenuhnya keluar dari kemiskinan.
Contoh negara yang menggunakan zakat sekaligus program bantuan tunai adalah Indonesia. Indonesia memiliki beberapa program bantuan tunai yang dibiayai oleh pajak dengan proxy yang berbeda, seperti untuk pekerja dibawah upah tertentu14. Di sisi lain, zakat juga tetap berfungsi secara terpisah dari pajak sebagai sedekah sukarela (dalam hukum positif), dengan bentuk program yang bervariasi antar lembaga, baik berupa bantuan tunai, barang, maupun program kerja bersyarat15. Secara praktis, hal ini masih berlaku di banyak negara karena mayoritas zakat dibayarkan dari orang ke orang16.
4. Kesimpulan
Kesimpulannya, zakat dan UBI adalah 2 instrumen pengentasan kemiskinan dengan karakteristik dan tantangan implementasi yang berbeda. UBI adalah bantuan berupa pendapatan tunai universal yang akan menciptakan jaring pengaman untuk seluruh masyarakat, tapi untuk menciptakan dampak yang besar, akan membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan zakat didasarkan pada kebutuhan, memberi pada orang fakir miskin sebesar selisih antara kebutuhan dan pendapatan mereka. Ini lebih efisien, tetapi juga membutuhkan jumlah data yang besar dan mencerminkan dinamisnya perubahan kebutuhan dan pendapatan masyarakat. Penting juga bahwa ini antara kedua program tidak harus dipilih salah satu saja, namun keduanya dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk menciptakan jaring pengaman universal dan pengentasan kemiskinan yang efektif.