Peran Keuangan Sosial Islam Dalam Sistem Ekonomi Syariah
Dibandingkan dengan negara lain, terutama negara berpendapatan tinggi dan menengah, negara Muslim masih harus menempuh jalan yang lebih panjang untuk memenuhi target pembangunannya, termasuk di bidang ekonomi, pendidikan, atau kesehatan 1. Untuk menghadapi ini, kita tidak cukup hanya mengandalkan kontrak berbasis bisnis dari Ekonomi Syariah. Namun, Sistem Ekonomi Syariah memiliki banyak instrumen sosial, yang banyak dikenal dengan Keuangan Sosial Islam, yang dapat membantu meningkatkan indikator perkembangan masyarakat.
Tulisan ini fokus pada beberapa instrumen paling utama dari Keuangan Sosial Islam. Bentuk yang paling utama dari Keuangan Sosial Islam adalah Zakat, yang berfungsi sebagai pajak kekayaan, dan merupakan satu-satunya bagian ekonomi yang dianggap sebagai rukun Islam. Instrumen penting lainnya yang akan dibahas adalah wakaf, yang memiliki signifikansi historis dalam menyediakan barang publik untuk masyarakat. Tulisan ini juga memberikan fokus khusus pada Indonesia, sebagai negara muslim terbesar, yang juga negara paling dermawan di dunia18 dan memiliki beberapa inovasi sosial yang menarik.
Keuangan Sosial Islam
2 jenis instrumen yang penting dalam mendukung kesejahteraan masyarakat adalah keuangan dan jaminan sosial. Menurut Rizzi (2018)2 keuangan sosial itu sendiri adalah modal dan etos yang masuk kedalam proyek, inisiatif, dan organisasi dengan tujuan untuk membuat dampak sosial dan/atau lingkungan yang positif. Lembaga dan mekanisme keuangan sosial mencakup keuangan mikro, crowdfunding, dan obligasi dampak sosial3. Sedangkan, menurut ILO, jaminan sosial adalah hak asasi manusia yang didefinisikan sebagai kebijakan dan program yang dirancang untuk mengurangi dan mencegah kemiskinan dan kerentanan sepanjang siklus hidup34. Jaminan sosial termasuk tunjangan keluarga, pengangguran, hari tua, dan perlindungan kesehatan. Jaminan sosial dapat menggunakan skema iuran ataupun dibiayai pajak.
Islam memiliki konsep keuangan dan jaminan sosialnya sendiri yang mengikuti aturan dan prinsip-prinsip Syariah, dan mencakup keuangan mikro Islam dan berbagai jenis sedekah4. Sedekah, atau infaq dalam Islam, adalah salah satu pilar utama sistem ekonomi Syariah5. Kahf (2007) mendefinisikan infaq sebagai ”memberi untuk kemajuan masyarakat dan anggotanya termasuk sang pemberi dan keluarganya”. Kata infaq, beserta sinonim dan turunannya disebutkan dalam Al-Qur'an 167 kali, yang menunjukkan perannya.
Kahf (2007)5 selanjutnya membagi infaq menjadi 4 kategori. Yang pertama adalah kewajiban mutlak tanpa memandang kebutuhan sosial atau masyarakat, seperti zakat. Kedua adalah kewajiban yang didasarkan pada keadaan atau hubungan tertentu, seperti kebutuhan keluarga. Ketiga, kewajiban berbasis masyarakat yang harus dipenuhi oleh setidaknya beberapa anggota masyarakat, seperti membangun infrastruktur. Terakhir adalah pengeluaran sukarela, baik hanya sekali, seperti memberi makanan atau pengeluaran jangka panjang seperti wakaf.
Zakat
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga, salah satu bentuk ibadah dalam bentuk sedekah wajib. Zakat didefinisikan sebagai ”kewajiban atas properti tertentu dari kelompok tertentu orang yang harus dibayar pada waktu tertentu”6. Zakat wajib pada harta yang dapat memberikan penghidupan, bisa semakin banyak, dan menghasilkan keuntungan, terutama emas dan perak, uang tunai, persediaan dagang, ternak, dan pertanian7. Besaran zakat berbeda-beda tergantung kategori kekayaan, mulai dari 2,5% (uang tunai) hingga 20% (harta karun) tergantung pada usaha yang diperlukan dalam mengelolanya.
Zakat wajib bagi setiap muslim yang memiliki harta di atas ambang batas tertentu6. Zakat untuk sebagian besar jenis kekayaan dibayar setelah menjadi milik pemiliknya selama 1 tahun hijriah, kecuali hasil pertanian, yang dibayarkan pada setiap panen. Penerima zakat dibatasi pada delapan kategori yang ditentukan dalam Al-Qur'an, yaitu: fakir, miskin, amil zakat, mempengaruhi terhadap Islam, membebaskan tawanan, orang yang berhutang, jalan Allah, dan musafir yang terdampar. Di antara 8 kategori, prioritas pertama zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan dengan memberikan bantuan kepada fakir miskin8.
Secara historis, zakat merupakan pajak kesejahteraan sosial yang diorganisir oleh negara, sebagai bagian dari sistem fiskal Islam. Saat ini, negara-negara memiliki perbedaan pendekatan terkait zakat, beberapa negara mengaturnya sebagai kewajiban, beberapa menjadikannya sukarela melalui organisasi formal, dan ada pemerintahan yang tidak mengaturnya sama sekali9. Namun, zakat biasanya diberikan antar individu, dan pada 2017 diperkirakan hanya seperempat dari total kontribusi zakat disalurkan melalui organisasi zakat formal.
Dampak Zakat
Menurut Bank Dunia dan IDBG (Islamic Development Bank Group), potensi tahunan penghimpunan zakat diperkirakan mencapai US$200 juta hingga US$1 triliun per tahunnya, nilai yang substansial untuk menciptakan dampak ekonomi10. Secara makro, zakat berperan sebagai mekanisme redistribusi yang secara langsung mengurangi ketidaksetaraan, karena merupakan transfer kekayaan langsung dari yang kaya ke yang miskin11. Bagi fakir miskin, zakat akan bertindak sebagai bentuk jaminan sosial, memastikan transfer sumber daya yang berkelanjutan untuk mendukung dan mengangkat mereka8.
Zakat juga akan menciptakan dorongan ekonomi, karena permintaan akan meningkat seiring dengan orang miskin menerima lebih banyak uang untuk dibelanjakan, sementara kaya akan menerima insentif untuk berinvestasi dan bekerja untuk melawan biaya zakat secara duniawi. Zakat juga akan meningkatkan persatuan sosial karena orang miskin merasa mereka didukung oleh orang kaya. Dengan pengelolaan zakat yang baik, beban ekonomi negara untuk pengentasan kemiskinan akan berkurang, sehingga mengurangi pajak12. Lebih lagi, dibandingkan dengan dana sosial Islam lainnya, zakat lebih berkelanjutan karena wajib bagi setiap Muslim setiap tahun13.
Zakat juga sangat berkorelasi dengan SDGs (Sustainable Development Goals), karena SDGs sangat selaras dengan nilai-nilai Islam dan maqashid syariah14. Oleh karena itu, penyaluran zakat akan membantu mendorong realisasi SDGs. Ini penting khususnya karena banyak negara Muslim membutuhkan upaya yang cukup besar untuk memenuhi SDGs, apalagi dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah dan tinggi1. Zakat akan membantu memenuhi banyak SDGs, termasuk menghilangkan kemiskinan (1), mengurangi kelaparan (2), kesehatan dan kesejahteraan (3), pendidikan berkualitas (4), pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi (8) dan mengurangi ketimpangan (10), diantara manfaat lain9.
Wakaf
Wakaf secara harfiah berarti menahan. Dalam konteks syariah, wakaf berarti pelepasan kepemilikan atas harta benda tertentu dari orang yang memberikan wakaf, sehingga hasil dan pendapatan yang dihasilkan dari harta tersebut hanya dapat digunakan untuk tujuan keagamaan dan kemanusiaan4. Oleh karena itu, umumnya sekali wakaf dilakukan, itu tidak bisa dijual atau digunakan untuk tujuan yang lain. Secara teoritis, karena wakaf tidak dapat dijual dan tidak boleh diabaikan, mereka akan menjadi investasi yang bersifat kumulatif dan terus meningkat15. Wakaf adalah bagian dari infaq yang berfungsi sebagai shadaqah jariyah (berkelanjutan), yang terus menerus memberikan manfaat bahkan setelah pendonor meninggal, seperti pendapatan atau infrastruktur untuk kegiatan kesejahteraan sosial.
Pendiri wakaf menentukan penggunaan harta dan bagaimana mendistribusikan layanan dan pendapatannya, dan manajemennya11. Ketentuan pendiri, seperti penggunaan wakaf atau penerimanya, bersifat permanen selama tidak bertentangan dengan hukum Syariah16. Wakaf biasanya dikelola oleh sebuah institusi yang disebut nazhir atau mutawalli, yang bertujuan untuk memenuhi tujuan penerima manfaat dengan melestarikan wakaf dan memaksimalkan pendapatannya. Harta wakaf bisa dikelola untuk memperoleh pendapatan, dan/atau secara langsung memberikan layanan kepada publik4. Semua jenis kekayaan dapat dijadikan harta wakaf, termasuk uang tunai. Wakaf tunai merupakan saluran pendanaan yang penting karena memungkinkan setiap individu untuk berwakaf11.
Secara historis, wakaf sangat sukses dalam melayani masyarakat miskin dan meningkatkan kesejahteraan sosial secara umum. Sifat permanen wakaf menciptakan akumulasi secara terus menerus dan fleksibilitasnya memungkinkan untuk mendukung berbagai kegiatan keagamaan dan filantropi, termasuk pendidikan, sosial, layanan kesehatan, dan bahkan perawatan hewan16. Oleh karena itu wakaf lebih dari memenuhi kebutuhan, tapi juga membantu memberikan pemberdayaan jangka panjang. Ukuran harta wakaf juga secara historis besar, di mana lahan wakaf di banyak kota-kota seperti Istanbul dan Kairo mencakup persentasi yang cukup besar dari total area yang diolah16.
Namun, saat ini wakaf di banyak masyarakat telah mengalami kemunduran. Banyak negara muslim yang baru merdeka mengambil alih wakaf yang ada, didorong oleh sejumlah besar akta wakaf yang hilang dan korupsi selama berabad-abad oleh nazhir16, 11. Ada juga kritik bahwa wakaf tidak fleksibel untuk kebutuhan modern karena batasan ketat dalam mengalihkan harta atau penerima manfaat17. Pemahaman wakaf saat ini terbatas pada kegiatan keagamaan, dan pengetahuan global dan praktik wakaf menjadi kurang4. Banyak properti wakaf masih ada di dunia Islam, tetapi dengan sebagian besar akta aslinya hilang dan tujuannya tidak diketahui.
Di sisi lain, perkembangan teknologi dan lembaga keuangan modern membuka banyak jalan untuk aplikasi wakaf yang inovatif. Misalnya, wakaf Investasi dapat dibuat dengan menginvestasikan wakaf tunai ke dalam portofolio aset, mirip dengan endowment di barat32. Selain itu, wakaf perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk mewakafkan saham suatu perusahaan, dengan dividennya yang akan diberikan untuk tujuan amal. Terkait teknologi, Blockchain, misalnya, juga dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pengelolaan wakaf33.
Dampak Wakaf
Peran wakaf dalam masyarakat adalah sebagai penyedia berbagai layanan publik yang saat ini diproduksi oleh negara. Karena pemanfaatan dana wakaf bersifat fleksibel, ia dapat memberikan berbagai layanan publik kepada berbagai penerima manfaat, membangun masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Lebih lagi, layanan-layanan ini juga dapat disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Secara historis, layanan wakaf bervariasi dan bisa sangat spesifik, di mana ada wakaf khusus untuk istri yang mengalami kekerasan, perabotan rumah, perbaikan tepi sungai, dan penguatan perbatasan15. Fleksibilitas ini membuat wakaf mampu memenuhi setiap SDGs secara langsung, karena SDGs sangat sejalan dengan nilai-nilai Islam14.
Orang miskin akan mendapat manfaat dari wakaf tidak hanya dengan pemenuhan kebutuhan, tetapi juga dengan mendapatkan pemberdayaan dan pemerkayaan, antara lain melalui alat-alat untuk mendapat pendapatan, pendidikan, dan perawatan kesehatan11. Beban ekonomi di masyarakat akan juga berkurang karena wakaf akan merawat orang tua dan cacat. Bagi negara, wakaf akan mengurangi beban keuangannya dalam menyediakan barang publik, sehingga ini akan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi beban pajak8. Dari segi ekonomi, aset wakaf dilarang dikonsumsi, maka akan meningkatkan akumulasi modal dan output masa depan dari layanan dan pendapatan15.
Perkembangan Keuangan Sosial Islam Di Indonesia

Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, sekaligus negara paling dermawan di dunia, menurut World Giving Index18, sehingga signifikan dari segi infaq. 8 di 10 orang Indonesia menyumbangkan uang di tahun ini, dan tingkat sukarelanya lebih dari tiga kali rata-rata global. Pada tahun 2020, pengumpulan zakat yang tercatat di Indonesia telah mencapai lebih dari 12 triliun, dan diproyeksikan meningkat menjadi 17 triliun pada 202119. Harta wakaf di Indonesia juga cukup banyak, dengan sekitar 550 kilometer persegi tanah wakaf, menurut kementerian agama, dimana sebagian besarnya adalah masjid atau sekolah20.
Di beberapa yurisdiksi termasuk Indonesia, zakat dan wakaf telah disalurkan untuk mengurangi dampak covid-1921. Zakat sangat relevan dalam pandemi karena pandemic telah meningkatkan jumlah fakir miskin. Selama pandemi, 108 lembaga sosial Islam Indonesia telah berkolaborasi dalam sebuat pusat krisis untuk mencegah penyebaran covid-19 melalui berbagai program22. Pandemi juga menciptakan inovasi di bidang distribusi, seperti aplikasi layanan ambulans, dan menggunakan dana sosial untuk merekrut pengangguran baru untuk pekerjaan terkait pandemi.
Digitalisasi zakat dan wakaf adalah salah satu fokus utama Kementerian Agama RI23. Zakat pengumpulan melalui Badan Zakat Nasional (BAZNAS) meningkat 30% YoY selama tahun pandemi 2020, meskipun banyak orang Indonesia menghadapi penurunan pendapatan24. Ini sebagian disebabkan oleh peningkatan saluran pengumpulan digital, seperti kolaborasi dengan platform digital seperti e-commerce. Perkembangan infrastruktur pembayaran digital di Indonesia, seperti QRIS, ditambah dengan pembatasan sosial, membantu untuk mendukung lebih lanjut pergeseran pembayaran zakat ke pembayaran digital25. Selain itu, ini sejalan dengan tren bahwa krisis akan meningkatkan perilaku memberi karena psikologis masyarakat untuk menyumbang terpengaruh22.
Salah satu inovasi yang menarik di Indonesia mengenai wakaf adalah Sukuk Wakaf Tunai (Cash Wakaf Linked Sukuk/CWLS). Ini adalah sukuk pemerintah dibiayai dengan wakaf tunai, artinya keuntungannya akan disalurkan untuk program sosial dan pemberdayaan, sedangkan pokok dana akan dikembalikan sepenuhnya kepada pendonor setelah sukuk jatuh tempo26. CWLS telah memiliki 2 penawaran sejak penawaran pertamanya pada tahun 2020, dengan total investasi 39 miliar rupiah27, 28. Program ini adalah hubungan langsung antara Sukuk dan Wakaf, membuat program yang mendukung keuangan dan pembangunan negara, sekaligus juga memperbaiki masyarakat melalui filantropi.
Kesimpulan
Zakat berfungsi sebagai pajak kekayaan yang memiliki potensi signifikan sebagai mekanisme redistribusi dan jaminan sosial. Zakat juga akan meningkatkan perekonomian melalui permintaan dan berbagai insentif, dan meningkatkan persatuan sosial. Sebaliknya, wakaf telah berhasil dalam memberikan pelayanan publik di masa lalu. Fleksibilitas yang inheren pada wakaf membuatnya mampu memenuhi pelayanan apapun yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan memberikan banyak dampak ekonomi seperti mengurangi beban negara dan ekonomi. Kedua instrumen tersebut juga akan dapat mendukung SDGs, karena keduanya memiliki fungsi yang sangat berkorelasi dengan SDGs.
Indonesia telah menjadi contoh yang baik dalam hal sedekah. Orang Indonesia adalah pendonor paling dermawan di dunia, lembaga sosialnya telah berkolaborasi dan berinovasi dalam rangka untuk mendukung masyarakat secara optimal di masa pandemi, sementara pemerintah telah memperkenalkan inovasi baru seperti CWLS. Melihat kedepan, masih ada beberapa aspek yang dapat ditingkatkan dari Keuangan Sosial Islam Indonesia, seperti mencapai potensi zakat total29, optimalisasi aset wakaf yang ada30, dan meningkatkan sertifikasi dan database tentang zakat dan wakaf31, 29.